Lifestyle
Berbeda Pendapat Soal Rezeki, Ini Debat Lucu Imam Syafi’i dan Imam Maliki

Berbicara rezeki, nampaknya masih membuat gelisah semua orang. Banyak orang mempertanyakan bagaimana rezeki tersebut datang. Sebagian muslim beranggapan bahwa semuan hal pasti sudah diatur Allah SWT, termasuk jodoh dan kematian.
Hal tersebut ternyata pernah menjadi perdebatan ulama besar: Imam Maliki dan Imam Syafi’i, yang keduanya merupakan guru dan murid.
Debat itu terjadi. Ketika dalam satu majlis Imam Malik mengatakan, sesungguhnya bahwa rezeki itu datang tanpa sebab. Cukuplah kita bertawakal dengan benar. Maka Allah akan memberikan rezeki tersebut. Lakukanlah yang menjadi bagianmu, selanjutnya biar Allah mengurus lainnya.
Pendapat Imam Malik tersebut mengacu kepada sebuah hadis Rasulullah SAW: ”Andai kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan kepada burung yang pergi dalam keadaan lapar lalu pulang dalam keadaan kenyang.”
Menanggapi hal yang diterangkan oleh sang guru, Imam Syafi’i justru berpendapat lain. Beliau berpendapat bahwasanya rezeki itu harus dicari dan ikhtiar. Tidak datang tanpa sebab. Seperti burung tersebut, harus keluar dari sangkarnya.
Imam Syafi’i berkata: “Wahai guru, seandainya seekor burung tidak keluar dari sangkarnya, bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki?”
Setelah itu, Imam Malik dan Imam Syafi’i tetap bersikukuh pada pendapatnya masing-masing. Namun, tetap saling menghormati. Tidak ada rasa kesal dan benci satu sama lain karena perbedaan pandangan tersebut.
Hingga pada akhirnya, ketika Imam Syafi’i sedang meninggalkan pondok,ia bertemu dengan serombongan orang yang sedang memanen anggur. Tanpa diminta, ia pun membantu mereka memanen. Setelah pekerjaaan selesai, petani tersebut memberikan beberapa ikat anggur sebagai balas jasa kepada sang imam.
Ini mengingatkan Imam syafi’i tentang pendapatnya kepada sang guru. Ia begitu senang. Karena dapat memperkuat pendapatnya tentang rezeki. bahwa rezeki itu harus dicari. Tidak datang begitu saja. Seperti yang ia kerjakan. Seandainya tidak membantu memanen. Maka tidak akan mendapatkan anggur.
Imam Syafi’i pun bergegas untuk menemui Imam Malik di pondok. Sesampainya di san, sang guru sedang duduk santai. Sambil menaruh anggurnya, lalu Imam Syafi’i bercerita dan berkata: “Seandainya saya tidak keluar pondok dan melakukan sesuatu (membantu memanen), tentu saja anggur itu tidak akan pernah sampai di tangan saya”.
Mendengar hal itu, Imam Malik hanya tersenyum.
Ketika santai, sembari menyicipi anggur tersebut. Imam Malik berkata pelan: “Seharian ini memang aku tidak keluar pondok hanya mengambil tugas sebagai guru, dan sedikit membayangkan alangkah nikmatnya kalau dalam hari yang panas ini aku bisa menikmati anggur. Tiba-tiba engkau datang sembari membawakan beberapa ikat anggur untukku. Bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang tanpa sebab? Lakukan yang menjadi bagianmu. Selanjutnya biarkan Allah yang mengurusnya”.
Kisah sang guru dan murid tersebut mengajarkan kepada kita semua. Terutama bagi setiap muslim. Bagaimana menyikapi perbedaan. Meskipun berbeda pendapat kerap terjadi. Keduanya tak saling menyalahkan lalu membenarkan pendapatnya sendiri. Wallahu a’lam.