News
Dugaan Pungli Pengiriman Imigran ke Malaysia, FPMI Bakal Ngadu ke Presiden Jokowi
JAKARTA, GENZPEDIA – Koordinator Forum Pekerja Migran Indonesia (FPMI) Zainul Arifin bakal melaporkan dugaan adanya pungutan liar (pungli) yang dialami Pekerja Migran Indonesia (PMI) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga DPR RI.
Diketahui, sejak tanggal 2 Januari 2023 bagi calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ingin bekerja di Malaysia, pihak P3MI diwajibkan mengurus Visa Dengan Rujukan (VDR) menggunakan pihak ketiga yang diduga dianjurkan oleh Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta bernama VIMA (Visa Malaysia Agency dengan biaya sebesar kurang lebih Rp 1.115.600.
Sehingga dengan adanya anjuran tersebut, terjadi kenaikan hampir 23 kali lipat dari sebelumnya, karena langsung dapat berhubungan dengan pihak kedutaan besar/konsulat jenderal/konsulat Malaysia di beberapa tempat, dengan biaya sebesar RM 15 atau sekitar Rp 50.000 melalui sebuah sistem temu janji online (STO) yang disediakan pihak Malaysia.
“Informasi yang kami dapatkan VIMA ini tidak jelas wujud dan dasar hukum, ia ditunjuk sebagai pihak ketiga untuk menerima sejumlah uang, namun faktanya kegiatan ini telah berjalan. Untuk itu jelas telah melanggar MoU. Maka berpotensi melakukan dugaan perbuatan melawan hukum yakni pungutan liar,” kata Zainul dalam keterangannya pada Kamis 5 Januari 2023.
Sehingga pihaknya pun meminta agar Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menindak tegas adanya praktik yang merugikan Calon PMI.
“Untuk itu kita meminta kepada Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar untuk bertindak tegas atas dugaan tersebut agar Calon PMI yang ingin bekerja ke Malaysia, terlebih pada Syarikat Non RBA tidak dirugikan,” lanjutnya.
Selain itu, dalam waktu dekat, pihaknya juga akan membuat aduan secara resmi kepada Presiden RI, DPR RI, Kemenlu, Menkopolkam, Kemenaker, Mabes Polri atas dugaan tersebut. “Kita meminta pemerintah Indonesia untuk dapat mengkaji ulang MoU tersebut dan bila perlu dihentikan sementara pengiriman Calon PMI ke Malaysia,” ujarnya.
Sementara itu, Pemerhati Penempatan PMI Wisnu mengatakan bahwa apa yang dilakukan VIMA dapat diduga adanya unsur pungutan liar (pungli) sehingga merugikan kepentingan calon PMI.
“Juga diduga adanya pelanggaran Pasal 11 angka 2 MoU/perjanjian antara Indonesia dan Malaysia tentang Penempatan PMI yang telah ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaan RI dan Menteri Sumber Manusia Malaysia, serta disaksikan Presiden Republik Indonesia dan Perdana Mentri Malaysia pada tanggal 1 april 2022,” kata Wisnu.
Diketahui, dalam Pasal 11 angka 2 berbunyi, “Bahwa setiap biaya yang timbul akibat penerapan kebijaksanaan, hukum, peraturan dari pemerintah Malaysia akan menjadi beban pihak employer dan dibayar penuh di wilayah hukum Malaysia.”
Menurutnya, kegiatan yang dilakukan VIMA yang berlokasi di Kuningan City Jakarta, merupakan wilayah NKRI dan diluar wilayah yurisdiksi Malaysia.
“Jelas kegiatan ini telah menodai kedaulatan hukum di wilayah NKRI serta menyinggung rasa nasionalisme kami, dan menjadikan tambahan beban biaya yang sangat berat bagi calon PMI atau P3MI, khususnya yang akan bekerja pada perusahaan yang tidak membiayai penempatan PMI (Syarikat Non RBA) di Malaysia, sebagaimana diatur Peraturan BP2MI No 9/2020, bagi pengguna berbadan hukum, diluar 10 jabatan tertentu,” ujarnya.