Connect with us

News

Lebjar Coffe Adakan Pojok Diskusi Umum Bahas Kebudayaan Banten

Published

on

Serang, Genzpedia – Lebjar Coffe adakan kegiatan yang bertajuk Pojok Diskusi Umum (PODIUM).

Turut hadir sebagai narasumber Dewan Pembina Pusat TTKBI Tb. Mulyana dan Pemerhati Budaya Sulaiman Djaya.

Dalam paparannya, Tb. Mulyana menilai sekarang ini sangat jarang sekali generasi muda yang benar-benar tahu budaya Banten.

“Inilah yang menjadi kekhawatiran dan kegelisahan kami,” ujar Mulyana. Senin, (13/11/2023).

Menurut Mulyana, seharunya pengenalan budaya Banten kepada generasi milenial harus dilakukan melalui dunia pendidikan dan peraturan daerah (perda).

“Seperti di SD, SMP, dan SMA sederajat harus ada mulok pencak silat misalnya atau yang terkait dengan budaya Banten lainnya. Selain itu, di berbagai perguruan tinggi juga harus ada kegiatan ekstra kurikuler berupa pencak silat, seni tari, dan lain sebagainya” ujar Mulyana.

Lebih lanjut, Mulyana mengatakan yang lebih penting sebenarnya adalah adanya peraturan daerah (perda) kebudayaan yang dibuat oleh pemerintah ataupun oleh DPRD.

Sementara itu, pemerhati budaya yang juga sekigus penyair Sulaiman Djaya menyetujui terkait adanya perda.

“Kalau kita punya perda tentang budaya, jika ada yang melanggar Perda, kan gampang kita ngomongnya. Berarti itu melanggar hukum,” kata Sulaiman.

Lanjut Sulaiman, bila diumpamakan secara sederhana, hubungan antara manusia dan budaya adalah tak ubahnya seperti hubungan antara produsen dan produknya. atau seperti pabrik dan pabrikannya.

“Tanpa adanya produsen yaitu manusia, maka takkan ada yang namanya budaya dan kebudayaan. Karena budaya dan kebudayaan adalah produk dan karyanya. Yang mana keberadaan produk karena memang adanya sang produsen kebudayaan itu sendiri, yaitu manusia,” ujarnya.

Sulaiman mengatakan, kalau berbicara tentang kebudayaan, tentu pertama yang harus dibicarakan adalah tentang manusia sebagai penghasil dan pencipta kebudayaan.

Masih kata Sulaiman, dalam hal ini maka manusia menempati posisi yang sangat istimewa dalam konteks semesta. Yaitu dimana Alquran menegaskannya sebagai ciptaan atau makhluk terbaik (Ahsan at-taqwin).

“Keistimewaan tersebut telah dijabarkan dalam banyak risalah para filosof dan kaun ‘urafa, yang salah satunya adalah karena kapasitasnya dalam berbahasa (berpikir dan menalar) sehingga manusia disebut juga hayawanun natiq atau binatang yang berakal. Yaitu binatang yang memiliki kapasitas berbahasa yang dengan bahasa itu manusia bisa mengembangkan dan mendokumentasikan, dan menyebarkan pengetahuannya. Yang mana dengan pengetahuannya itu, manusia sanggup mencipta kebudayaan secara simultan,” tandasnya.

Bagikan ini