Trending
Hati-Hati! Terlalu Sering Overthinking Berpotensi Menjadi Depresi
Apa Itu Overthinking?
Sering kali kita memikirkan sesuatu terus-menerus hingga kepala kita pusing, entah berpikir mengenai masa depan atau masa lalu. Kemudian terjebak dengan perasaan buruk karena hal tersebut. Pikiran seperti, “Andai aku dulu tidak melakukan hal itu”, atau “Aku takut gagal. Kalau aku gagal pasti teman-teman akan menertawakanku dan itu menyakitkan”. Itulah yang disebut dengan overthinking, yaitu memikirkan atau merenungi sesuatu secara berlebihan baik masa depan, masa lalu, maupun kemungkinan-kemungkinan yang sebenarnya belum tentu akan terjadi. Padahal memikirkan masa lalu ataupun masa depan tidak ada gunanya. Yang ada hanyalah perasaan kita yang semakin sedih, cemas, dan putus asa. Masa lalu telah selesai dan masa depan adalah misteri sebab tidak ada seorang pun yang mengetahui masa depan akan seperti apa.
Bagaimana Overthinking Dapat Berubah Menjadi Depresi?
Menurut Aries Dirgayunita dalam Jurnal Kajian dan Penelitian Psikologi, depresi merupakan kondisi emosional yang ditandai dengan perasaan sedih yang sangat mendalam dan berkepanjangan, perasaan tidak berarti, bersalah, dan perasaan tidak ada harapan. Hati-hati, terlalu sering berpikir berlebihan dapat menjadi pencetus terjadinya depresi.
Kebiasaan berpikir berlebihan dapat berubah menjadi depresi karena kita tidak membiarkan diri kita melepaskan sesuatu yang tidak menyenangkan. Berpikir berlebihan berkaitan dengan cara kita merespon situasi. Ketika cara merespon situasi itu kurang tepat, maka kita akan selalu terjebak dalam lingkaran pikiran negatif kita sendiri dan akhirnya mencetuskan terjadinya depresi.
Contoh Kasus
Sebagai contoh, misalnya ada Ardi yang merasa sedih dan kecewa dengan nilai semesternya yang terus menurun. Padahal dia adalah penerima beasiswa sehingga nilai setiap semesternya harus stabil atau meningkat. Apabila ia tidak dapat mempertahankan nilainya, maka ia terancam kehilangan beasiswanya. Ketakutan akan hal ini memengaruhi pikiran Ardi. Ketika ia mendapatkan nilai semesternya menurun, ia menyalahkan dirinya sendiri, ia berpikir bahwa ia tidak belajar dengan sungguh-sungguh, hingga memberi label dirinya dengan kata-kata negatif.
Ia terlalu fokus pada ketakutannya sehingga lupa untuk memikirkan strategi dan berusaha memperbaikinya di semester depan. Akibatnya, Ardi jadi tidak merasa hidup di sini-kini atau tidak mindful. Ardi terjebak dalam pikiran negatifnya yang sering menimbulkan perasaaan sedih dan tidak berharga. Kehidupan sehari-hari Ardi akhirnya menjadi terganggu karena sering mengalami perasaan sedih tadi. Hal itu membuatnya juga sulit untuk merasakan kebahagiaan. Nah, ketika pikiran negatif dan ketakutan tersebut terus berulang dalam jangka waktu yang lama tanpa segera dibenahi, maka overthinking dapat berubah menjadi depresi.
Dampak Overthinking terhadap Kesehatan Fisik
Selain berdampak pada kesehatan mental, sering berpikir berlebihan atau overthinking juga berdampak pada kesehatan fisik. Kebiasaan ini dapat membuat kita sakit kepala, jantung berdebar kencang, hingga sesak napas. Oleh sebab itu, mengelola respon kita terhadap segala situasi pada masa lalu maupun ketika memikirkan masa depan perlu kita ubah dan kita latih terus-menerus agar kebiasaan berpikir berlebihan ini berkurang. Tentu kita tidak ingin kebiasaan berpikir berlebihan ini berkembang menjadi depresi, bukan?
Bagaimana Cara Mengatasi Overthinking agar Tidak Berkembang Menjadi Depresi?
Sebenarnya, cemas dan khawatir karena memikirkan sesuatu itu merupakan hal yang wajar. Namun, jika hal tersebut mengganggu kehidupan sehari-hari, maka kita perlu melakukan sesuatu untuk meregulasi diri kita dalam mengatasi pikiran-pikiran berlebihan tersebut. Berikut ini cara yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi overthinking.
1. Journaling
Langkah pertama untuk mengurangi berpikir berlebihan dapat dengan menuliskan pikiran kita. Hal ini membantu untuk menjernihkan pikiran kita yang terlalu penuh dengan pikiran negatif. Kita hanya perlu menyiapkan kertas dan alat tulis, lalu tuliskan apa saja yang sekiranya menjadi beban pikiran kita. Luangkan selama beberapa saat untuk memperhatikan pikiran kita dan apa yang pikiran kita ucapkan mengenai diri kita, lalu tuliskan di atas kertas. Buatlah dalam bentuk poin-poin. Setelah menulis hal-hal yang ada di pikiran kita, selanjutnya kita lihat poin-poin tersebut. Kita bisa menanyakan pada diri sendiri beberapa pertanyaan ini. 1)
- Apa yang telah aku perbuat untuk mengatasi pemicu ataupun pikiran-pikiran negatif tersebut?
- Apakah yang dikatakan oleh pikiranku berupa fakta atau hanya perasaan saja?
- Seberapa besar pikiran tersebut akan berubah menjadi kenyataan?
- Jika kemungkinan besar menjadi nyata, lalu apa hal terburuk, hal terbaik, maupun hal yang paling mungkin akan terjadi?
- apabila kekhawatiran itu terjadi, seberapa lama hal tersebut akan memengaruhi diriku? Satu hari? Satu minggu? Atau satu bulan?
2. Behavioural Distraction
Selain melatih untuk menuliskan pikiran-pikiran kita dalam secarik kertas, ada hal lainnya yang juga bisa membantu kita untuk mengurangi dampak dari overthinking, yaitu dengan cara behavioural distraction. Nah, behavioural distraction adalah perilaku berbentuk aktivitas yang sekiranya dengan melakukan aktivitas tersebut, perasaan negatif karena overthinking dapat berkurang. Tujuannya agar kita terdistraksi sehingga melupakan sejenak pikiran berlebihan tersebut. Aktivitas yang dapat kita lakukan bisa berupa aktivitas yang membuat diri kita senang. Misalnya bermain game, membeli makanan dan minuman yang kita suka, main bersama teman-teman, ataupun sekadar tidur pun bisa. Tentunya aktivitas tersebut harus positif, ya. Semoga dengan langkah-langkah sederhana tadi pikiran berlebihan dapat teratasi agar tidak berkembang menjadi depresi.
Referensi:
1) Satu Persen, (2021), Self-Knowledge: Mengenali Diri dan Tujuan Hidup, Jakarta Selatan: PT. Satu Persen Edukasi.