Trending
Sikap Serikat Buruh Kaltara Pasca Disahkannya UU Cipta Kerja, Simak Yah!
TARAKAN, GENZPEDIA– Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja akhirnya disahkan menjadi UU oleh DPR melalui sidang paripurna pada 21 Maret 2023. Namun muncul reaksi penolakan terkait UU Cipta Kerja tersebut.
Penolakan tersebut salah satunya datang dari Gusmin, Ketua Pimpinan Daerah FSP Kahut KSPSI ATUC Kalimantan Utara. Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa ia menolak UU tersebut. Pertama, kata dia, terkait Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang saat ini berubah menjadi 5 tahun.
“Dahulu hanya 3 tahun. Artinya dengan UU yang baru ini, buruh baru mendapat kepastian jika sudah 5 tahun. Terlebih, dengan kondisi saat ini saya rasa malah semakin sulit untuk menerima karyawan,” ucapnya kepada Genzpedia di Tarakan belum lama ini.
Kedua, ia menolak adanya outsourching karena status pekerja tidak ada kejelasan. “Seperti pekerja sawit, yang kerja hanya saat panen. Setelah selesai panen, mereka tidak lagi bekerja,” ucapnya.
Penolakan terhadap UU Cipta Kerja juga datang dari Rudi Ketua DPC PSP Kahutindo Tarakan. Ia mengatakan, UU tersebut juga ditolak oleh berbagai DPC Kahutindo di pusat dan seluruh wilayah di Indonesia.
Ini dikarenakan karena adanya penerapan PKWT dan sistem pengupahan. “Untuk sistem pengupahan yakni, RUU Ciptaker menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK),” ungkapnya.
Dengan kata lain, berlakunya UU Cipta Kerja mengembalikan kepada rezim upah murah. Sementara untuk PKWT, atau karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang bakal menjadi masalah serius bagi buruh. “Sebab masih belum jelas nantinya siapa pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing,” kata dia.