Connect with us

Lifestyle

Stoicism: Sebuah Solusi Mengatasi Overthinking

Published

on

Berbicara tentang overthinking mengingatkan penulis pada stoicism, yaitu filsafat Yunani Kuno yang membahas cara menjalani hidup, cara bersikap menghadapi orang lain, cara menghadapi segala kesulitan, dan cara untuk lebih peka terhadap emosi seseorang. Menurut aliran ini, kita perlu mengevaluasi diri, tetapi tidak perlu sampai menyesali secara berlebihan.

Pernahkah kamu menyesali masa lalu atas keputusan yang pernah kamu ambil? Pernahkah kamu khawatir atas masa depanmu yang belum kamu ketahui ke mana arahnya sekarang? Atau pernahkah kamu merasa khawatir atau takut dengan apa yang akan terjadi? Pernahkah kamu merasakan hal-hal tersebut hingga membuatmu berpikir kalau aja dulu aku begini, pasti sekarang aku udah begitu. Dalam psikologi, hal-hal di atas disebut dengan counterfactual thinking atau pemikiran kontrafaktual.

Counterfactual Thinking

Secara harfiah, contrafactual thinking adalah kecenderungan untuk berpikir tentang kemungkinan atau konsekuensi berbeda dari peristiwa yang telah terjadi. Biasanya pemikiran ini muncul melalui skenario “kalau aja…” seperti contoh di paragraf pertama. Misalnya, kamu sekarang belum mendapatkan pekerjaan yang kamu inginkan karena background pendidikan tidak linear dengan yang dibutuhkan perusahaan, lantas pikiranmu seolah-olah memainkan skenario kalau aja dulu aku gak salah masuk jurusan, pasti sekarang aku bisa kerja di perusahaan A.

Counterfactual thinking bisa sangat memengaruhi emosi, keyakinan, dan perilaku seseorang. Biasanya, penyebab dari pemikiran ini adalah peristiwa yang mengecewakan lalu membuatmu berandai-andai peristiwa buruk mungkin dapat dihindari jika saja kita mengambil jalan yang berbeda. Pada akhirnya, pemikiran ini akan membuat kita fokus dengan masa lalu yang kelam dan jika terus dilakukan maka akan menimbulkan penyesalan hingga menyebabkan overthinking.

Overthinking

Overthinking adalah perbuatan memikirkan segala sesuatu secara berlebihan atau terus-menerus. Hal ini membuat seseorang merasa khawatir secara berlebihan hingga menimbulkan pikiran-pikiran negatif yang belum tentu benar atau terjadi. Penyebabnya biasanya adalah stres dan cemas berlebihan.

Pikiran-pikiran negatif ini pada dasarnya adalah alarm alami dari otak untuk mengenali bahaya, namun apabila berlebihan dapat menimbulkan gangguan kesehatan fisik maupun mental. Oleh sebab itu, pikiran-pikiran negatif perlu dihindari agar tubuh tetap sehat.

Cara Mengatasi Overthinking dengan Stoicism

Stoicism mengajarkan kita bahwa dalam hidup ini ada hal-hal yang bisa kita kendalikan dan ada yang tidak bisa kita kendalikan. Kondisi saat kita lahir, opini orang lain terhadap kita, dan peristiwa alam adalah hal-hal yang berada di luar kendali kita. Yang berada di dalam kendali kita adalah diri kita sendiri, yaitu pikiran dan tindakan.

Salah satu tujuan utama dari stoicism adalah hidup bebas dari emosi negatif seperti sedih, marah, curiga, dan lain-lain yang mengganggu pikiran dan hati kita. Terbebas dari emosi negatif dapat membawa kita pada ketenteraman. Bagaimana caranya? Yaitu dengan memfokuskan diri pada hal-hal yang bisa kita kendalikan.

Berikut ini beberapa prinsip stoicism agar kita dapat hidup bebas dari emosi negatif atau overthinking.

  1. Pisahkan Hal-Hal yang Bisa Kita Kendalikan dan yang Tidak

Hal-hal yang berada di bawah kendali kita adalah pikiran dan persepsi kita, keinginan kita, tujuan kita, dan segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita sendiri. Hal-hal ini bersifat merdeka, tidak terikat, dan tidak terhambat. Adapun hal-hal yang berada di luar kendali kita adalah tindakan orang lain, opini orang lain, kondisi saat kita lahir, dan segala sesuatu yang berada di luar pikiran dan tindakan kita.

Kita memiliki dua mata dan satu mulut agar kita bisa lebih banyak mendengar daripada berbicara. Selain itu, kita juga memiliki dua mata agar bisa lebih banyak mengamati. Oleh sebab itu, kita harus dapat membedakan antara sinyal dan noise agar tahu mana yang perlu kita hiraukan dan mana yang tidak.

  1. Fokus pada Hal-Hal yang Bisa Kita Kendalikan

Stoicism mengajarkan kita untuk menjaga pikiran dengan tenang dan rasional. Kita harus tetap fokus pada apa yang dapat kita kendalikan, dan tidak khawatir pada apa yang tidak dapat kita kendalikan. Ini akan membantu kita untuk melalui masa hidup tersulit sekalipun, karena sikap dan persepsi kita sepenuhnya berada di bawah kendali kita.

“Kita tidak bisa memilih situasi yang akan kita alami, tetapi kita selalu bisa menentukan sikap (attitude) kita atas situasi yang sedang kita alami.”

Daripada kita fokus pada kekurangan atau kejadian pahit yang kita alami lebih baik kita fokus pada hal-hal yang bisa kita lakukan dengan kekuatan yang kita miliki. Misalnya jika mendapatkan nilai ujian yang kurang, maka kita jangan terus-menerus memikirkan bahwa kita telah gagal, tetapi jadikanlah itu motivasi agar kita bisa lebih rajin dan bersungguh-sungguh dalam belajar.

Contoh lain, jika kita merasa khawatir akan masa depan yang belum tahu ke mana arahnya, maka fokus saja pada apa yang bisa kita lakukan sekarang dengan melihat potensi yang kita miliki. Buatlah progres setiap hari meskipun hanya berupa langkah kecil. Ini akan membuat tujuan kita lebih realistis untuk dicapai. Jangan kejar kesempurnaan, tapi kejarlah progres sehingga kita bisa setingkat lebih baik dari hari kemarin. Itulah yang ada di dalam kendali kita.

  1. Tanamkan Mindset Positif

Filsuf Stoicism, Marcus Aurelius Sumber: dailystoic.com

Seorang filsuf stoic, Marcus Aurelius mengatakan bahwa jika kita terus memiliki pandangan negatif, maka semua yang kita temui pun akan tampak negatif. Jika kita terus berpikir bahwa kita tidak bisa melakukan sesuatu maka kemungkinan kita tidak akan bisa melakukannya.

Dalam hal ini, kita juga perlu menanamkan mindset positif sehingga mendorong kita untuk bertindak positif juga. Hal ini disebut juga dengan growth mindset. Teruslah belajar dari orang lain, orang-orang yang kita anggap memiliki value yang dapat kita jadikan teladan. Jika mereka bisa melakukannya, maka kita juga bisa melakukannya. Kesulitanlah yang akan membentuk pribadi kita menjadi lebih kuat.

  1. Percaya pada Takdir

Jika kita sudah melakukan semua yang terbaik dalam kendali kita, maka itu sudah cukup. Relax and enjoy the result. Seorang filsuf stoic, Seneca mengatakan bahwa banyak orang yang tersiksa karena memikirkan bagaimana jika hal-hal tidak berjalan sesuai rencana. Stoicism mengajarkan kita untuk menggunakan hal-hal yang kita miliki dengan sebaik-baiknya. Setelah itu, terimalah apa pun yang terjadi sebagai hal terbaik yang harus terjadi. Dengan begitu, kita bisa lebih cepat menerima keadaan yang tidak sesuai dengan ekspektasi.

Ketika kita bisa mengurangi untuk memikirkan hal-hal di luar kendali kita, kita jadi lebih memiliki waktu dan energi untuk hal-hal lain yang bisa kita lakukan. Inilah manfaat praktis dari stoicism, yaitu realokasi waktu dan tenaga untuk hal-hal yang lebih bisa kita atur/kendalikan.

Bagikan ini
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *