News
Tak Terima Dipecat dari Polri! Ferdy Sambo Gugat Jenderal Sigit Hingga Presiden Jokowi ke PTUN
JAKARTA, GENZPEDIA – Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo menggugat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada Kamis 29 Desember 2022.
Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis pun membenarkan terkait dengan adanya gugatan tersebut. Gugatan itu dilayangkan terkait dengan sidang Komisi Kode Erik Polri (KKEP) yang memutuskan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kleinnya.
“Betul, bahwa pada Kamis 29 Desember 2022 bahwa kami sebagai kuasa hukum saudara Ferdy Sambo mengajukan gugatan ke PTUN terkait Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 71/POLRI/Tahun 2022 tentang Pemberhentian Tidak Hormat Perwira Tinggi Polri tanggal 26 September 2022,” kata Arman dalam keterangannya pada Jumat 30 Desember 2022.
Sebelum mengajukan gugatan tersebut, Arman mengaku telah melakukan pertimbangan yang cukup dan cermat. “Serta memperhatikan ruang hukum yang tersedia bagi klien kami untuk dapat mengajukan gugatan terkait keputusan PTDH yang dijatuhkan kepada klien kami,” lanjutnya.
Karena berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur: “Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi.”
Menurutnya, negara telah menyediakan ruang untuk melakukan upaya hukum dalam memastikan hak setiap warga negara untuk memperoleh keadilan, tanpa memandang siapa dan dari golongan apa dia berasal.
Arman pun membeberkan beberapa aspek teknis yang menjadi harapan pihaknya yang dapat menjadi pertimbangan dalam mengkaji gugatan.
Pertama, Ferdy Sambo sebagai penggugat, selama menjadi anggota Polri telah dengan cakap melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban sebagai anggota Polri secara profesional, mandiri, dan berintegritas.
“Dapat dibuktikan dengan pengabdian dan pelayanan yang dilakukan oleh klien kami kepada masyarakat Indonesia. Atas pencapaian tersebut, Bapak Ferdy Sambo telah menerima sekitar 11 tanda kehormatan dari pimpinan Polri,” kata dia.
Kedua, pada tanggal 22 Agustus 2022 demi mendukung proses penyidikan, dan sebelum adanya Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri dan Tingkat Banding, Ferdy Sambo telah menyampaikan Surat Pengunduran Diri Sebagai Anggota Polri yang ditujukkan kepada tergugat II Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Namun, permohonan tersebut tidak di proses dan dipertimbangkan oleh para pihak terkait.
Ketiga, hak pengunduran diri Ferdy Sambo telah diatur secara jelas pada pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan b Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) yang menyatakan, terhadap terduga pelanggar KEPP yang diancam dengan sanksi PTDH diberikan kesempatan untuk mengajukan pengunduran diri dari dinas Polri atas dasar pertimbangan tertentu sebelum pelaksanaan sidang KKEP.
“Dan pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi memiliki masa dinas paling sedikit 20 (dua puluh) tahun dan memiliki prestasi, kinerja yang baik, dan berjasa kepada Polri, bangsa dan negara sebelum melakukan pelanggaran,” lanjutnya.
Menurutnya, tiga alasan tersebut adalah cuplikan beberapa pertimbangan yang diajukan, disamping beberapa hal lain yang dielaborasi secara lengkap dalam dokumen yang diserahkan ke PTUN pada Kamis 29 Desember 2022.
“Gugatan ini mohon dapat dilihat sebagai cara untuk memperoleh jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang diamanatkan pada konstitusi kita Pasal 28 D dan berlaku bagi setiap warga negara tanpa terkecuali,” tambahnya.
Arman mengatakan bahwa pihaknya sepenuhnya sadar bahwa Ferdy Sambo saat ini sedang berhadapan proses hukum yang sangat berat.
“Namun disaat yang sama, kami juga berharap para pihak terkait khususnya negara dapat memperhatikan pengabdian, dan jasa-jasa klien kami selama menjadi anggota Kepolisian Republik Indonesia secara proporsional,” katanya.
Ia menyebut jika gugatan ke PTUN merupakan hal yang biasa saja sebagai hak konstitusional yang diberikan oleh negara kepada warga negara.
“Proses peradilan pidana, dan upaya hukum di PTUN yang dijalani oleh klien kami adalah dua objek yang berbeda dan seyogyanya tidak perlu untuk dikaitkan secara berlebihan,” ujarnya.