Connect with us

News

Begini Cara Pemprov Kaltara Turunkan Angka Penyakit TBC-HIV

Published

on

Ilustrasi HIV Aids

TARAKAN, GENZPEDIA – Perjalanan pemutusan rantai penyakit Tuberculosis (TBC) – human immunodeficiency virus (HIV) nyatanya tak semudah membalikkan telapak tangan.

Selain diperlukan upaya keras, sinergitas pihak terkait merupakan kolaborasi yang tepat sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan dua penyakit mematikan tersebut di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).

“Jadi Kolaborasi penyakit TBC dan HIV perlu penanganan khusus baik dari sektor kesehatan dalam hal penemuan kasus sampai dengan pengobatannya. Tapi dalam upaya ini perlu adanya peran komunitas yang ada di lingkungan masyarakat dalam hal penemuan kasus, kemudian upaya pendampingan dari kasus yang terjaring hingga bisa melakukan pengobatan rutin sampai tuntas” ucap Agust Suwandy, SKM MPH selaku Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kaltara kepada GENZPEDIA beberapa waktu lalu di Tarakan.

Berdasarkan sumber data informasi yang didapat redaksi, selama 4 tahun terakhir, temuan kasus TBC telah mengalami penurunan kasus. Di mana temuan kasus terakhir berada di angka 385.295 temuan di tahun 2021, berbeda dari kasus sebelumnya sempat meraih angka dudukan tinggi sebesar 563.879 temuan kasus TBC di Indonesia pada tahun 2018.

Beralih pada situasi epidemi HIV di Indonesia, pun  terjadi penurunan di tahun 2020, yakni sebesar 47 persen dibanding kasus sebelumnya di tahun 2010. Adapun penurunan yang terjadi, tentunya tidak terlepas upaya pihaknya serta elemen kelompok masyarakat pendukung hingga terciptanya kondisi tersebut

“Kalau hanya dari tatanan kesehatan itu yang sulit melakukan pendekatan-pendekatan dalam masyarakat terutama untuk kelompok-kelompok yang beresiko, nah ini menjadi keterbatasan kalau dari jajaran kesehatan.” ucapnya lagi.

Sebagai informasi, kelompok-kelompok beresiko tinggi yang dimaksud di antaranya kelompok waria, kelompok wanita pekerja seks, kemudian kelompok  LGBT

Agus pun menambahkan, peran kolaboratif dianggap membawa dampak besar suksesnya program kebijakan penanganan dan penanggulangan TBC – HIV. Salah satunya melalui sinergitas terhadap beberapa komunitas “beresiko tinggi” dengan melakukan serangkaian pengobatan dari faskes, memberi edukasi, pendampingan bahkan mampu memberikan pengawasan dalam pemberian pengobatan.

Hingga saat ini, sebanyak tiga komunitas telah terjaring oleh pihaknya, diantaranya CP Mahakam, Penabulu serta kelompok dari Keluarga Berencana. Total komunitas yang telah terjaring saat ini memungkinkan terjadi penambahan jumlah komunitas di kemudian hari

“Selama ini juga ada organisasi wanita yang sudah berperan dalam program TBC terutama seperti tim penggerak PKK, kemudian muslimat NU kemudian Aisyah , kita ingin peran mereka lebih diperluas lagi karena untuk TBC dan HIV ini sebenarnya ada kolaborasi dalam penyakit,” ujarnya.

“Jadi HIV ini rentan sekali terkena TBC, jika melihat langsung dari kolaborasi dua penyakit ini  sehingga penanganannya itu tidak sendiri-sendiri,” sambungnya lagi. (Poernama S)

Bagikan ini
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *