Connect with us

Opini

Keterbukaan Informasi Merupakan Revolusi Budaya Komunikasi

Published

on

Regulasi tentang keterbukaan informasi publik merupakan “Revolusi Budaya Komunikasi” di Indonesia.

Mungkin tidaklah berlebihan, jika kita berargumen bahwa regulasi keterbukaan informasi publik ini merupakan pengejawantahan reformasi yang digagas sejak tahun 1998 oleh para mahasiswa.

Dalam Pasal 28F Undang Undang Dasar 1945, pada dasarnya setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Dengan merujuk pasal tersebut maka keterbukaan informasi publik melalui pemberdayaan teknologi Informasi dan komunikasi menjadi suatu hal yang sangat penting dan strategis.

Implementasi keterbukaan informasi publik yang baik menjadi salah satu alat ukur untuk melegimitasi pemerintah di mata rakyat. Dan menjadi pondasi penting demokrasi.

Melalui pelaksanaan keterbukaan informasi publik, diharapkan dapat membangun kepercayaan publik atas berbagai kebijakan pemerintah, tercipta tata kelola pemerintah yang baik (Good Governance), publik lebih sadar informasi, serta turut berperan aktif dalam menyukseskan berbagai program kerja pemerintah.

Bagi publik, terbukanya informasi diharapkan membuat masyarakat lebih sadar informasi dan secara umum memahami berbagai kebijakan pemerintah.

Oleh karena itu, diperlukan berbagai langkah untuk memastikan proses transmisi informasi berjalan dengan baik sehingga kebutuhan masyarakat akan informasi dapat terpenuhi.

Untuk menyikapi berbagai tantangan yang dihadapi Government Public Relations (GPR) di era revolusi digital, sebagaimana Hary Budiarto, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika berpendapat bahwa Kebutuhan masyarakat akan informasi di era digital, disrupsi, bisa dijadikan momentum kita semua untuk melakukan berbagai terobosan dan percepatan transformasi digital di berbagai sektor.

Peran GPR pada era digital harus memenuhi unsur 5C, yakni: Credibility, menjadikan pemerintah menjadi sumber informasi yang dipercaya. Context, isi informasi harus sesuai dengan kharateristik khalayak. Clarity, Humas harus dapat menjelaskan dengan baik kepada masyarakat, dari informasi yang kompleks menjadi informasi yang sederhana, akurat, dan mudah dipahami. Contuinity, layanan informasi harus terus menerus diberikan kepada publik, dan memenuhi ruang-ruang informasi dengan cerita-cerita optimisme bangsa. Dan Channel, menggunakan berbagai kanal yang dapat memudahkan masyarakat mengakses informasi.

Dari uraian singkat dan padat di atas inilah, yang penulis maksudkan dengan: Keterbukaan informasi publik adalah buah dari revolusi budaya komunikasi.

Ditulis oleh: Zulpikar, Pendiri Bank Zoell Institute.

Bagikan ini
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *