Connect with us

Lifestyle

Perkenalkan Kutil, Si Pembunuh Berdarah Dingin yang Divonis Mati Jaksa Agung Soeprapto

Published

on

Kisah kutil terpidana mati pertama di Indonesia

JAKARTA, GENZPEDIA – Pernah gak sih bertanya-tanya dalam benak kalian, siapa terpidana yang dihukum mati pertama kali di Indonesia pasca kemerdekaan RI?

Nah, redaksi GENZPEDIA ingin kasih tahu nih gaes! Dia adalah Kutil, jagoan rakyat dari Talang, Tegal.

Merangkum dari pelbagai sumber,  Kutil sebenarnya bekerja sebagai pemangkas rambut. Namun revolusi kala itu telah mengubahnya sebagai pemimpin lokal AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia), dan bermarkas di gedung Bank Rakyat, Talang.

Bak Robin Hood, Kutil memimpin anggotanya untuk merampas rumah pegawai Belanda dan pedagang kaya lalu membagikan kepada rakyat miskin. Aksi kriminal ini pun menjadi tidak terkendali.

Akibatnya, pada 4 November misalnya, dua orang pemimpin perjuangan Tegal dan wakil ketua KNI (Komite Nasional Indonesia) Tegal, terbunuh di Talang. Kutil pun diadili, dan masyarakat pun membelanya.

Saat di pengadilan, Kutil mengakui semua pembunuhan yang dilakukannya. Dalam kondisi seperti itulah, Hakim Soeprapto yang notabene juga Jaksa Agung itu harus mengambil keputusan.

Soeprapto saat itu berdalil bahwa siapa pun, tidak boleh melakukan pembunuhan tanpa proses hukum. Kutil terbukti melakukan serangkaian pembunuhan, akhirnya 21 Oktober 1946, dijatuhi vonis mati.

Dan ia pun tercatat sebagai penerima vonis mati pertama di Indonesia setelah masa kemerdekaan.  Vonis mati seperti yang diberikan kepada Kutil ini sebenarnya pernah dilakukan Soeprapto.

Pada zaman Belanda dan Jepang, Soeprapto telah empat kali menuntut hukuman mati bagi perkara pembunuhan sadis.

Soal vonis mati tetap dianggapnya perlu sampai ketika ia menjabat Jaksa Agung. Ketika sejumlah perkara besar terjadi tahun 1958, seperti Peristiwa Cikini, peledakan granat saat Presiden Soekarno di SD Cikini, Soeprapto menganggap tepat saatnya dilaksanakan hukuman mati, karena begitu banyak jatuh korban jiwa tewas akibat peristiwa itu. (Pradipta Ramadhan)

Bagikan ini
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *