Connect with us

News

Harga Pangan di Tarakan Masih Mahal, Krisis Pangan atau Krisis Harga?

Published

on

Ilustrasi cabai rawit

TARAKAN, GENZPEDIA –  Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Tarakan, Elang Buana menyebutkan istilah ‘krisis harga’ tentunya lebih cocok ketimbang istilah ‘krisis pangan’.

Ia beralasan istilah tersebut dipilih sebagai bentuk fenomena kondisi pergolakan harga produk pertanian yang terjadi saat ini. Kira-kira nih, kalian sebagai warga lokal Tarakan lebih setuju menggunakan istilah yang mana nih?

Eits, sebelum kalian menjawab, coba baca dulu ya gaes penjelasan Elang Buana berikut ini:

“Jadi sebenarnya kalau dibilang krisis harga lebih tepat dibandingkan krisis pangan. Kalau sebetulnya untuk kondisi pangan lebih aman, artinya untuk produksi cukup aja. Cuma ada kenaikan biaya produksi dan yang kedua kenaikan psikologis termasuk dari pedagang dan petani,” ucapnya saat ditemui GENZPEDIA di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Dan Pertanian Tarakan beberapa waktu lalu

Berdasarkan pantauan redaksi GENZPEDIA melalui situs resmi Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP) update 29 Juni lalu, menunjukkan kondisi harga komoditas tanaman buah khususnya cabai rawit di Kota Tarakan masih menyentuh angka 120 ribu/kg.

Bahkan beberapa data komoditas lainnya terpantau juga alami kenaikan harga seperti bawang merah 12 persen, bawang putih 13,21 persen, dan cabai keriting 3,23 persen dari harga awal masing-masing komoditi tersebut

“Tarakan ini kan sentralnya hortikultura termasuk cabai, sayur mayur. Sementara kita ini memang untuk tanaman pangan seperti padi-padi an memang hampir 90 persen kurang. Untuk hortikultura, kita swasembada sebetulnya tapikan kita juga ada yang datang, juga ada yang keluar, untuk memenuhi kebutuhan daerah lain” ucapnya lagi

Walaupun pihaknya menganggap selama ini aktivitas distribusi antar daerah tidak pernah menjadi masalah, nyatanya dugaan terjadinya krisis harga tersebut dasarnya memang lebih didominasi pada pembengkakan biaya produksi

“Kayak NPK itu kita ada subsidi ada yang impor. Nah impor ini yang harga tadinya cuma mendekati 600 ribu, sekarang sudah 800 ribu. Bahkan di daerah kabupaten lain yang agak jauh dari pelabuhan , itu sudah hampir 1 juta. Apalagi kalau sayur buah seperti cabai, kacang kemudian terong gitu memang butuh pupuk,” jelasnya.

“Jadi memang kita posisinya bukan di Tarakan saja, ini nasional, bahkan internasional. Kita tahu bahwa negara Eropa mungkin ada krisis energi, pembatasan gas juga itu pengaruhnya besar. kemudian menyangkut gas ini kan bisa digunakan untuk pupuk seperti Nitrogen kan biasanya itu untuk NPK yah, itu berpengaruh besar juga makanya pupuk juga naik,” kata Elang

Dalam rangka mengontrol pergolakan harga agar tetap berada jangkauan, pihaknya terus berupaya berkoordinasi bersama petani dan berharap nanti upayanya bisa memendekkan perantara petani tanpa melalui tengkulak

“Saya sudah menghimbau petani dari para petani, kalau kami kan ranahnya petani terkait kontrol harga. Sebenarnya kami ingin lebih banyak lapak tanpa ada jalur tengkulak,” kata dia. (Poernama S)

Bagikan ini