Connect with us

Indepth

Perlu Waspada! Periode Ulang Sesar Lembang Pelepasan Energi Akan Terjadi Tahun 2100

Published

on

NGAMPRAH, GENZPEDIA – Berdasarkan perumusan periode ulang Sesar Lembang, pelepasan energi akan terjadi tahun 2100.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung menyebutkan dari kajian paleoseismologi atau studi kejadian gempa di masa lalu, ditemukan Sesar Lembang pernah melepaskan energi besar pada tahun 1600-an.

Potensi pelepasan energi periodik Sesar Lembang terjadi tiap 500 tahun sekali.Sampai pada tahun 2010-2012, BMKG merekam ada aktivitas Sesar Lembang sebanyak 14 kali yang di antaranya dirasakan guncangannya di Jambudipa, Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2011.

Gempa kecil dengan kekuatan magnitudo 2-3 tapi karena dangkal menimbulkan kerusakan di daerah tersebut, walau kerusakannya ringan.

Dari tahun 2012 hingga sekarang, belum ada aktivitas gempa yang terekam dari sesar Lembang. Sesar atau patahan Lembang ini membentang sepanjang 29 kilometer di Kabupaten Bandung Barat dari Ngamprah, melewati Cisarua, Parongpong, hingga Lembang. Lokasinya berada di sebelah barat hingga utara Kota Bandung.

Dalam paper hasil penelitian pakar kegempaan ITB Irwan Meilano, Puti Nabila Riyadi, Akhmad Riqqi, dan Febriana Kuscahyadi yang dipublikasikan di IOP Conference Series: Earth and Environmental Science: “Estimating the casualties of the earthquake caused by the Lembang Fault in Coblong, Bandung, Indonesia” pada 17-19 September 2019, disebutkan tentang dampak yang akan dialami Kota Bandung akibat gempa bumi Sesar Lembang.

Hasil penelitian Irwan menunjukkan gempa bumi dengan kekuatan 7 merusak sekitar 55,7% bangunan tempat tinggal di Coblong. Bagian bangunan yang terkena dampak memiliki status kerusakan sedang.

Meskipun jumlah bangunan yang mengalami kerusakan serupa dalam skenario ini, tapi dengan skenario magnitudo 6 menunjukkan bahwa 63,4% dari bangunan tempat tinggal di Kecamatan Coblong tidak mengalami kerusakan.

Ada kemungkinan kerusakan ringan hampir 13,7% bangunan. Dalam skenario gempa bumi ini, besaran tiap tingkat kerusakan lebih bervariasi dibandingkan skenario gempa berkekuatan 7 skala Richter.

Lokasi spasial masing-masing bangunan rusak sebagian atau seluruhnya digunakan untuk mengekstrak jumlah korban. Tingkat keparahan korban di setiap tingkat kerusakan berbeda-beda.
Karena bangunan bertingkat rendah tidak terpengaruh oleh guncangan tanah dalam skenario ini, maka probabilitas tingkat keparahan korban hanya berasal dari struktur Masonry Tanpa Penguatan
bangunan.

Setiap probabilitas dikalikan dengan total populasi. Lalu, jumlah totalnya dari masing-masing tingkat keparahan pada keseluruhan tingkat kerusakan bangunan dijumlahkan untuk mendapatkan jumlah gempa.

Dari 1.935 korban akibat gempa berkekuatan magnitudo 7 tersebut, sekitar 81,6% menderita luka ringan, disusul luka dirawat di rumah sakit (tingkat keparahan 2; 18%). Jumlah korban diperkirakan dianggap tinggi.***

Bagikan ini